Minggu, 17 Januari 2010

PENJARA VIP BUAH KAPITALISME

“Yah wajarlah, dizaman kapitalis gini apa sih yang nggak bisa dibeli pake uang?” demikian respon teman saya ketika menyaksikan tayangan televisi yang memblow-up berita Artalyta suryani dalam penjaraku istanaku. Sebuah fakta yang membuat kami dongkol alias sebel saat menyaksikannya, bagaimana tidak? Seorang napi kasus suap enam miliar kok diperlakukan seperti putri raja. Enak banget, penjaranya aja gak kalah dengan hotel berbintang lima, ada sofa yang super empuk, kulkas, air conditioner (AC), televisi, HP, tempat karaoke, bahkan yang “katanya” napi bisa mendatangkan dokter spesialis perawatan kecantikan ke dalam penjaranya. “Bener-bener hukum yang aneh” pikirku. Rumah kost kami saja tidak semewah itu, bahkan jauh dan tidak ada apa-apanya dibanding penjara VIP Artalyta.

Benar kata teman saya, di zaman kapitalis semuanya bisa dibeli dengan uang termasuk hukum. Fasilitas-fasilitas yang diperoleh Artalyta dalam penjara VIPnya pasti tidak jauh dari uang dan kekuasaan. Barangkali Artalyta bukan orang pertama yang menikmatinya, banyak orang kaya lainnya bebas memilih ruangan penjara tergantung besarnya uang. Sungguh memprihatinkan, kasus demi kasus semakin membuka mata kita betapa bobroknya sistem peradilan dan hukum di Indonesia. Kapitalisme benar-benar telah mencangkeram tubuh penguasa kita, hukum yang katanya berperan sebagai penegak keadilan tapi justru berpaling dari keadilan. Akibatnya, sanksi yang harusnya membuat para napi jera tapi tidak berlaku bagi orang kaya. Bagi mereka asal uang sudah bicara penjara bisa disulap menjadi hotel berbintang lima sehingga tidak lagi menjadi tempat yang menakutkan dan membuat jera.

Lha kalau penjaranya aja bertafaf VIP dan bikin betah penghuninya, lantas apa efeknya? Berarti wajar dong tindakan kriminal di Indonesia semakin meningkat, karena sanksi yang diberikan tidak berefek apa-apa. Coba deh kalo sistem islam yang diterapkan, sepanjang sejarah penerapan islam selama 1300 tahun kasus kriminal yang terjadi hanya tidak lebih dari 200 kasus. luar biasa, karena sistem hukum dalam islam memiliki efek jera. Nah jadi harusnya penjara itu menyeramkan dan terisolasi sehingga membuat orang di dalamnya trauma dan tidak mau lagi masuk penjara. Dengan begitu mereka tidak berani lagi melakukan tindakan yang akan menghantarkannya ke penjara. Dan perlu digaris bawahi dalam pemberian sanksi harusnya tidak pandang buluh, baik itu pejabat atau petani, kaya atau miskin semuanya harus diberi hukuman yang sama sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya. Selain itu sistem sanksi dalam islam juga berfungsi sebagai penghapus dosa atas kejahatan yang dilakukan. Sehingga diakhirat kelak tidak akan di sanksi lagi oleh Allah SWT. Wallahualam bishawab.

Selasa, 05 Januari 2010

Konon keberhasilan adalah dampak dari ketaqwaan

Belajar dari seorang Khalifah Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai pemimpin yang bertakwa dan adil. Dalam kurun waktu 30 bulan, pemerintahannya mampu memberantas kemiskinan dan menjadikan rakyat hidup dalam kemewahan.
Yahya bin Said mengatakan, " Khalifah umar Abdul Aziz mengutusku untuk memungut zakat di Afrika. Akupun melaksanakan tugas itu dan kemudian aku mencari golongan fakir miskin untuk diberikan zakat, tetapi aku tidak dapat menemukan golongan tersebut. Sesungguhnya, Khalifah Umar Abdul Aziz telah menjadikan kami manusia yang kaya raya." Taqwa mendatangkan kesenangan kepada seseorang tidak hanya di akhirat, tetapi juga di dunia. (dikutip dari buku : Al-Quran for live excellence)

Subhanallah, sungguh orang yang bertaqwa adalah orang2 yang keberadaannya di dekat Allah. Orang yang selalu taat dan menjauhi kemaksiatan. sehingga wajar jika Allah mengabulkan doa2 orang yang bertakwa, sekalipun hal itu di luar logika manusia.

Kekhilafahan (pemerintahan Islam) yang dianggap utopis oleh mayoritas orang, pun bukan hal yang mustahil. karena Allah adalah sebaik-baik Penolong terhadap orang yang mau memperjuangkan dienNya dalam keadaan takwa. InsyaAllah...