Selasa, 26 April 2011

Ibu Kartini, Icon Buatan Belanda

Lagi ngedengerin radio 100fm.

Hmmm... apaaa coba? Hebboh banget, tereak2 GJ. Males dengernya…*tapi ttep aja didengerin :p Heee buat nambah2 fakta gimana sih di mata mereka soal hari kartono itu. Eeh kartiniii. …dan emansipasi.

Emang iya gitu mbak kartini memperjuangkan persamaan hak laki2 dan perempuan? Haduuw kasian kasian kasian… Ketipu sejarahhh.

Kenapa harus kartini? Padahal banyak lhoh wanita2 lain yang lebih berjasa dibanding ibu kartini pada saat itu… but WHY harus Kartini?

Pernah denger si
SNOUCK? Yg pernah disebut2 oleh kartini dalam suratnya? Yg dianggap kartini sebagai seorang yang hebat en pakar dalam persoalan islam.

Padahal mah ya ampuun! SNOUCK itu musuh islam. MUTLAK. Dalam buku Snouck Hurgronje en Islam (Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul; Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok en kiprah Snouck dalam upaya membantu penjajah Belanda buat MENAKLUKKAN ISLAM. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher (yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo), Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang Muslim (1885) en berganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu ia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Kemudian menggunakan posisi en pengalamannya nanti buat memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai daerah wilayah Indonesia.

Sepak terjang Snouck tentunya udah terbaca jelas bagi Belanda. Sehingga, si Snouck dibiarkan melakukan aksi bebasnya untuk menjadi duri dalam daging buat umat Islam di Indonesia. Biarkan umat Islam menjadikan sosok Snouck dihormati layaknya ulama. Hedeeeh. Soalnya dengan begitu rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka. Menurut Snouck dalam buku Politik Islam Hindia Belanda, Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar tentang pemikiran en nasehat-nasehat Snouck kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam. Snouck optimis, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir diikuti asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam persaingan melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat. (hal. 43)

So, jelas sudah bahwa Ibu Kartini emang sengaja dijadikan icon sama bangsa Belanda dulu buat menjauhkan Islam dari Indonesia. Biar dijadikan Budaya yang mengalahkan eksistensi Islam di tanah air! Coz, Belanda nggak kepengen Islam diterapkan, mereka TAKUT maka mereka berusaha keras menindih sekian banyak pejuang wanita lain yang sezaman dengan Ibu Kartini untuk dikenal en diteladani sama kita. Dalam firmanNya ALLAH sudah memperingatkan sifat dari orang-orang kafir tersebut:

“Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu.” [TQS. Al-Baqarah [2]: 217]. [Hikari Inqilabi]

Sabtu, 02 April 2011

Komen-komenan di FB

Menarik untuk diabadikan diblog, meski bukan pertama kalinya juga saya mendapati cerita ataupun realita seperti ini…
Cuma intinya pengen aja nulis, heee…
Hmmm… kadang kedengarannya lucu juga, tapi sebetulnya justru membuat miris. Di sebuah forum group, ada seorang akhwat yang menanyakan :
kalo istri seorang Ustadz , anak perempuannya ..
hanya memakai KERUDUNG , tapi pake kaos dan celana jeans biasa ..
tidak memakai JILBAB (baju lorong) ..
itu gimana hukumnya yah ?
moohon pendapatnya .. Jazakumullah :)

Jadi yang saya maksud terkesan lucu dan membuat miris itu, realitas ustadz tersebut tentunya, bukan si akhwat yang meminta pendapat.

Trus ada yang komen
A : hukumnya? berpakaian tapi telanjang, perlu diingatkan terus.. :)

B : tapi kan beliau seorang Ustadz ?? :(

A : ustadz juga manusia, perlu sering diingatkan.. :)

C : hukum syara tidak melihat profesi apakah dia ustadzah, tokoh yg ahli di bidang tertentu, ataupun org terkenal.... ketika sudah meyakini bhwa Islam adalah akidahnya, konsekuensinya tetap hrus terikat dg hukum syara... apalagi kalau udh baligh......
seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali telapak tgn dan wajah. di tutupny dg apa? trnyata di Al-Qur'an diperintahkannya memakai jilbab dan kerudung... yaa,,, kalau ad yg sprti itu, alhamdulillah...brrti Allah mmberi ladang pahala untuk kita supaya bs mengingatkan beliau.. :)

B : Makasii semuaa nya .
tapi kalo ustadz nya punya pendapat sendiri , kan yg penting menutup aurat dulu , mau baju lapang , baju *sempit . hehe , yg penting menutup aurat .. sedangkan ustadz tersebut itu , kayaknya punya prinsip . kalo ingin me...narik ummat sebanyak2nya , hrs dgn cara halus saja , jgn dibebani dgn hal2 yg berat , shg banyak org tertarik mengikuti Islam .. gimana ? :)

Ahaaaa… nimbrung juga akhirnya aku..
Aini Widayah : kemungkinan pertama; ustadz tsb menganut prinsip tadarruj (bertahap) dalam menyampaikan kebenaran syara. Naaaah dalam hal ini kita ga bisa bersikap demikian, yang namanya hukum syara itu ga bisa ditawar2. Kalo A ya A, 1 + 1 ya 2, kalo puasa ramadhan diwajibkan ya wajib, kalo sholat isya itu 4 rakaat ya 4 rakaat (bukankah slma ini umat islam ga ada yg mempermasalahkan kenapa puasa ramadhan itu wajib dan kenapa shalat isya itu harus 4 rakaat?) tapi kenapa ketika ada perintah Allah kepada para wanita "yg hukumnya juga wajib" yaitu perintah untuk menutup aurat dengan jilbab dan khimar banyak umat islam yg komplain?
bahkan terkadang ada juga ustadz yang seperti "B" bilang itu,, "menyampaikan secara halus", tapi hati2 jangan terjebak. menyampaikan secara halus itu berbeda dengan menyembunyikan kebenaran hukum syara.
contoh menyampaikan secara halus: kita punya knalan org baru yg masih awam, mgkin kita tdk ujug2 bilang "teh, nutup aurat itu wajib!". nggak. kita hrus phamkan dulu, terkait hakikat pnciptaan kita & untuk apa sih kita hidup ini? dari situ kita mulai bisa menjelaskan bahwa kita diciptakan olh Allah untuk beribadah dengan mematuhi seluruh aturanNya tanpa terkecuali. treeeeeeeeet bla bla bla... trus sampai pada akhirnya menutup aurat itu adalah salah 1 perintah dari sang pencipta yg harus kita taati. trus Allah memerintahkannya nutup aurat itu harus dengan jilbab (bju seperti lorong, tidak sempit dst..) dan khimar yang menutupi dada.
sementara kalo menyembunyikan kebenaran hukum syara itu ya seperti ustadz tsb: kan yg penting menutup aurat dulu , mau baju lapang , baju *sempit. nah ini jelas2 menyalahi hukum syara namanya...
(Hadooow panjangnyaaah *semoga tidak pusing yg ngebaca)

C : “B” yg dicintai Allah....
setiap perbuatan kita hendaknya selalu dasarnya hukum syara, karena kita sudah meyakini bhwa kita berasal dr Allah dan tujuan kita untuk mendapat keridhaanNya..
standarnya bukan hawa nafsu/keinginan kita terkadang, Allah memberi apa yg kita butuhkan,bukan apa yg kita inginkan ^_^
betul, Allah memerintahkan menutup aurat, dg memakai baju lapang yg menutup aurat, itu sudah memenuhi kewajiban menutup aurat....
tp ternyata Allah memerintahkan menutup auratnya dengan apa? cukupkah dg pakaian berpotongan/pakai celana panjang longgar&baju longgar? Allah menyatakan secara gamblang di surat Al-ahzab: 59 ttg kewajiban kita memakai jilbab (baju kurung). lalu di suat an-nuur: 31 dg memakai khimar/kerudung..
hmm...itulah akibatnya jika dakwah tujuannya untuk mencari massa sebanyak2nya,,bukan di dasarkan semata2 untuk mendapatkan keridhaan Allah... jd semuanya di kompromikan sesuai kehendak massa...akibatnya, ya audiens/massa banyak, tapi pada akhirnya memilah milih ayat2 Al-Qur'an mana yang diinginkan, mana yg tidak diinginkan...skali lg,patokannya bukan hawa nafsu manusia, tp tetap patokannya Al-Qur'an dan Sunnah. pantaskah kita sebagai makhluk yg lemah memilih2 ayat yg kita sukai dan mengingkari ayat yg lain yg sekiranya bertentangan dg adat/kebiasaan? ^_^
dakwah itu sllu ada konsekuensinya, di tolak atau di terima masyarakat...tidak sedikit kok msyarakat yg mau menerima kebenaran dalam Al-Qur'an, justru di sini ujiannya,,ketika kita niat lillahita'ala, sabar, menyeru kpd kebaikan, mencegah terjadi keburukan, insya Allah pahalanya kita dapatkan,,semangat !!
*afwn kalau kepanjangan...

D : @”B”; Sebagian ulama kontemporer (saya memandangnya ulama liberal) ada yg berpendapat bahwa berjilbab (berhijab) bukan suatu kewajiban, tetapi sekedar anjuran. Misalkan saja M. Quraish Shihab (Tafsir Al Misbah menyatakan jilbab tidak wajib, tetapi produk bangsa Arab). Masih banyak yg lainnya. Sama seperti memaknai pacaran atau rokok, tidak haram, tetapi makruh. Sekarang sebagai insan muslim yg kritis dan berakhlaq, sudah sepantasnya kita membandingkan manfaat dan mudhorotnya. Jika mudhorotnya sangat besar, mengapa menganggapnya makruh? Jika memang perintah jilbab itu hanya untuk bangsa Arab, bukankah Islam rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam)? Artinya ketentuan Al Qur'an berlaku untuk seluruh alam. Untuk menutup aurat itu kan salah satunya tidak membentuk anggota tubuhnya. Nah, kalau pakaiannya sempit, bagaimana menyimpan bentuk tubuhnya? Logikanya sepeti itu.

=hmmm… akunya masih pengen unjuk gigi lagi nih=
Aini Widayah : kemungkinan ke2: ustadz tsb punya paranoid kehilangan massa/jamaahnya... walhasil dakwahnya pilih2, nyampeinnya yg ringan2 aja (yg gak bertentangan dengan kebiasaan masyarakat saat ini) lagi2 soal akhlak atau soal pacaran dalam islam... kalopun nyampein tentang aurat, trs melihat kondisi masy yg pada enggan nutup aurat, akhirnya membuat dalil sendiri kalo nutup aurat gapapa pake jeans, gapapa yg sempit. o o o dalil dari mana tuh pak ustadz? kenapa harus bgitu? bkankah itu justru mnyalahi wahyu Allah?
padahal kalo soal solat para ustadz ga pernah ada yg menutup2i, misal: "ibu-ibu, kalau sedang lelah atau sakit boleh kok sholat isyanya 3 rakaat aja." Ga ada kan ustad yang menyampaikan seperti itu? heee, iya. soalnya solat itu dah jadi pemahaman bagi masyarakat dan ga mungkin di tolak. tpi giliran ntup aurat? whoooaa mulai deh bnyak versi.

Aini Widayah : untuk itulah pentingnya kita menjadikan rasulullah sebagai qudwah (teladan), dulu rasulullah pas dapat wahyu "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (QS. Al-Ahzab : 59)
beliau langsung menyampaikan apa adanya, tidak secara bertahap atau malah disembunyikan.
okay “B”, selamat berjuang dan selamat meniti jejak2 perjuangan Rasulullah ^_^
gambatteneee....

B : tapi , kalo negur langsung ke Ustadz nya aku gak beranii .. hihii :)
boleh kapan2 yuukzz !!! kak Aini Widayah dan teteh “C” ikut ngaji aku ke Telkom Gerlong , berani gak kak ? hihi *maaf , bukan maksud utk menantang kakak .. :D*

B : afwan semuaaanyaaa .. afwan masukan2nya ..
senengnyaaa punya sahabat seperti kalian2 semuaaa :D

C : iya kak “B” :p (*ikutan manggil kk jg ah.. )
yg MP* bukan ya?? dr dulu pgn bgt ksana,, penasaran,, tp bntrok trus sama jdal lain,,mudah2an nnti bisa yaa ikut nemenin...insya Allah ^_^
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang... tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar" (An-Nisaa : 95)

Terakhir dariku : untuk menegur/amar ma'ruf kepada seseorang, islam juga punya adab2nya lhoo kak “B”....(haha, ikutan manggil kak juga aaah). Ga beradab namanya kalo kita amar ma'ruf dihadapan jamaahnya... Hmmm... susah diungkapin pake komen, pengennya ngobrol langsung ajaa... hohhooo...
-end-
Eh tapi betulkan islam punya adab dalam amar ma’ruf? Ah, subahanallah. Jadi ingat kata Ust. Abay Islam memang agama yang paling mengerti nurani manusia. Allah tahu bahwa manusia memiliki rasa malu ketika aibnya dikorek di depan publik, maka Islam mengajarkan etika-etika dalam memberikan kritikan. Rasulullah memerintahkan ummatnya untuk tidak mengkritik seseorang di depan umum, karena itu akan menghancurkan nama baiknya. Karenanya, bersabarlah jika kita menemukan kesalahan seseorang di depan publik, tunggulah saat-saat berdua untuk meluruskan kesalahannya.
----
Begitulah,, jadi dilema yah… ustadz yg dijadikan qudwah tapi soal hukum syara masih dikompromikan dan disamarkan, *menyesuaikan siapa mad’unya :’( sediih… terlebih mengingat kondisi umat yang high figurity gini. Maka wajarlah kenapa sampai detik ini islam belum tegak juga. Soalnya umat masih terlalu dimanja… sehingga mereka terlenakan dan mencukupkan dirinya dengan ibadah ritual saja ; sholat, puasa, zakat, haji, nutup aurat juga tidak sesuai standar syara. Inilah PR besar kita pengemban mabda ideologis… ^_^

Kamis, 24 Maret 2011

MAR'AH SHOLIHAH DI MUKA CERMIN SYARI’AH


Oleh : Husnul Khotimah*


Jika kita pernah menyimak tayangan acara Pemilihan Puteri Ideal, Puteri Indonesia atau apapun namanya, kita akan tahu kriteria apa saja yang biasa dijadikan patokan untuk menilai seseorang hingga dikatakan layak menjadi juara. Kriteria-kriteria itu biasanya mencakup: penampilan fisik (wajah, bentuk tubuh), performa (intelegensia, cara bicara, cara bersikap, lifestyle keseharian) dan bakat. Seorang yang dianggap berpenampilan fisik paling menarik, paling pintar, paling santun dan paling berbakat dipastikan akan dinobatkan menjadi seorang Puteri.
Dalam kehidupan nyata, kriteria wanita ideal pun tak jauh dari hal yang demikian. Wanita Ideal digambarkan sebagai wanita yang berpenampilan menarik, keibuan, berpendidikan tinggi, berkelas, karir bagus, keluarga harmonis, dan sebagainya. Kriteria-kriteria inilah yang kemudian senantiasa menjadi dambaan, baik di kalangan wanita sendiri maupun di kalangan pria yang menginginkan pasangan seorang wanita ideal. Dalam hal ini, faktor ketaqwaan/keshalihan dan hal-hal yang ‘dianggap’ bersifat immateri biasanya luput dari perhatian. Bahkan terkadang tidak diperhitungkan sama sekali.
Sesungguhnya, kondisi seperti ini merupakan hal yang ‘wajar’, jika mengingat bahwa masyarakat kita saat ini tengah dikungkung oleh sistem kehidupan sekuleristik. Sebuah sistem yang menjadikan materialisme sebagai asas berpikir dan berbuatnya. Dengan asas ini semua hal diukur dan distandarisasi berdasarkan materi dan hal-hal yang bersifat fisik, termasuk untuk mengukur baik dan buruk, benar dan salah, ideal-tidak ideal dan lain-lain. Ironisnya, cara berpikir seperti ini juga telah menjadi mainstream berpikir kaum muslimin. Padahal aqidah yang mereka imani sesungguhnya menuntut mereka untuk menjadikan hukum syara’ sebagai satu-satunya tolok ukur ketika berpikir dan berbuat.

Wanita Ideal = Mar’atush Sholihah
Berkenaan dengan kriteria wanita ideal, Islam memiliki cara pandang tersendiri. Dalam hal ini Rasulullah Saw pernah bersabda :

“Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah”
(HR. Muslim dari Abdullah Ibn Amr ra)

“Siapa saja yang telah dikaruniai Allah wanita shaliha,h berarti Dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam bagian yang kedua”
(HR. al-Hakim dari Anas ra)

Berdasarkan dua hadits di atas, jelas bahwa kriteria wanita ideal yang layak didambakan dalam pandangan Islam adalah wanita shalehah (mar’atush sholihah). Hanya saja, seperti apa gambaran wanita shalehah, tentu haruslah dikembalikan kepada tuntunan syariat.

Pertama, Wanita shalihah adalah wanita yang memiliki keimanan yang tinggi. Yakni keimanan yang lahir dari syahadah yang lurus yang hakekatnya merupakan ikrar/persaksian untuk memurnikan pengabdian kepada Allah semata dan ketaatan pada Rasulullah Saw. Keimanan seperti ini akan mampu menggerakkan, mempengaruhi dan mendorong dirinya untuk selalu menjadikan keridhaan Allah dan RasulNya serta kemuliaan Islam sebagai tujuan tertinggi. Sehingga dia selalu siap berkorban dalam ketaatan dan menanggung derita di jalan Allah SWT.

Kedua, Wanita Shalihah adalah wanita yang senantiasa bersegera dalam menjalankan ketundukan pada syari’at Allah dan RasulNya (al-Mubâdiroh ilaal-itizâmi bi syar’i) dan ridho dengan segala ketetapanNya. Hal ini terkait dengan aspek yang pertama, yakni adanya pemahaman bahwa keimanan yang tinggi menuntut ketundukan tanpa reserve dan total. Dan ketundukan yang total plus tanpa reserve inilah yang akan menjadi washilah diperolehnya keridhaan Allah dan RasulNya. Firman Allah Ta’ala :

“..... Dan adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah ...” (TQS. Al-Baqarah [2]:165)

“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’”
(QS. Ali Imran[3]:31)

“Sesungguhnya perkataan orang-orang yang beriman, ketika dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menerapkan hukum (dengan syariat Islam) di antara mereka, mereka mengatakan : ‘Kami mendengar dan kami taat’. Dan merekalah orang-orang yang beruntung”.
(QS. An-Nuur[24]:51)

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim (penetap hukum) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.
(QS. An-Nisa[4]:65)

“Dan tidak patut bagi mu’min dan tidak patut pula bagi mu’minat, jika Allah dan RasulNya telah menetapkan satu keputuskan (hukum) akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata”. (TQS. Al-Ahzab[33]:36)

Pada tataran praktisnya, keterikatan terhadap hukum syara yang menjadi kriteria wanita shalihah ini mencakup dimensi yang sangat luas, yakni mencakup seluruh perikehidupan diri dan umatnya. Jadi bukan sekedar shalih dalam konteks pribadi saja, seperti taat beribadah (mahdhah), berakhlak terpuji dan berpenampilan sesuai syari’at (seperti menutup aurat dengan kerudung/khimar dan jilbab serta menundukkan pandangan dari yang diharamkan), menuntut ilmu dan sebagainya, melainkan dia juga terikat dengan hukum-hukum yang menyangkut peran-peran lainnya selain peran sebagai pribadi, seperti peran sebagai isteri dan ibu, dan peran sebagai anggota masyarakat. Berkaitan dengan peran-peran ini, terdapat beberapa nash yang menggambarkan kriteria wanita shalihah berikutnya.

Wanita Shalihah Sebagai Isteri/Ibu
Dalam perannya sebagai isteri/ibu, wanita shalihah adalah wanita yang senantiasa taat pada suaminya selama tidak memerintahkan maksiyat, senantiasa berusaha menyenangkan suami untuk mencari keridhaannya, membantunya dalam urusan akhirat, memelihara rumah, anak-anak dan harta suaminya, dan lain-lain. Hal ini tentu harus didudukkan dalam kerangka bahwa hakekat keberadaan pernikahan adalah hubungan persahabatan (shohbah) dalam menjalani ketaatan. Tentang hal ini Allah SWT berfirman :

“.......Oleh karena itu, wanita shalihah adalah yang mentaati Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka”. (TQS. An-Nisa’[4]:3)

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda :
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, aku pasti akan memerintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya”

Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, bahwa Rasulullah bersabda :
“Demi Dzat Yang jiwaku berada di tanganNya, seorang wanita dipandang belum menunaikan hak Tuhannya sebelum ia menunaikan hak suaminya”.


Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa ketika Rasulullah Saw ditanya “Perempuan manakah yang paling baik?” Beliau menjawab : “Khazanah yang paling baik bagi seorang laki-laki (suami) adalah perempuan yang shalih; jika suami memandangnya ia menyenangkan suaminya; jika suami memerintahnya ia mentaatinya; jika suaminya tidak ada di sisinya, ia memelihara dirinya”

Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasul Saw bersabda:
“Seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya; ia bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Seorang perempuan adalah pemimpin (pengurus) rumah suaminya dan anak-anaknya; Ia bertanggungjawab atas yang dipimpinnya”.

"Hendaklah salah seorang di antara kalian mempunyai kalbu yang bersyukur (qalban syaakiran), lisan yang senantiasa berdzikir (lisaanan dzaakiran) dan isteri yang beriman yang dapat membantumu dalam urusan akhirat" (HR. Ibnu Majah)

Perlu dipahami, bahwa peran sebagai isteri dan ibu (ummun wa rabbatul bayt) merupakan peran utama yang dibebankan oleh Allah SWT kepada para wanita. Oleh karenanya, wanita shalihah akan berupaya semaksimal mungkin agar beban ini dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sekalipun sangat berat dan butuh pengorbanan yang sangat tinggi. Keberadaan beban yang berat ini, juga tidak akan dijadikan alasan untuk menghindar dari pelaksanaan ketetapan syari’at Allah yang lainnya, apalagi jika hal tersebut berkenaan dengan perkara yang wajib. Hal ini karena dia akan selalu yakin, bahwa semua ketetapan yang Allah berikan adalah kebaikan baginya, dan seluruh hukum yang Allah syari’atkan pasti dalam batas kemampuannya.

Wanita Sholihah Sebagai Bagian Dari Masyarakat
Sesungguhnya Islam telah memberikan ruang yang leluasa untuk berkiprah di dalam aktivitas yang terkait dengan perannya sebagai bagian dari anggota masyarakat, seperti kebolehan untuk terlibat dalam beberapa mu’amalah, melakukan aktivitas dakwah/amar ma’ruf nahi munkar serta memperhatikan urusan umat (beraktivitas politik) yang hukumnya memang wajib, dan lain-lain. Kewajiban ini tersirat dalam firman Allah SWT :

“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (laki-laki/perempuan) yang menyeru kepada al-khoir (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Maka mereka itulah orang-orang yang beruntung” (TQS. Ali-Imran[3]:104)

Dan sabda Rasulullah Saw :
“Barangsiapa bangun pada pagi hari, sedangkan tidak terbersit dalam benaknya urusan kaum muslimin, maka mereka bukan golongan kaum muslimin” HR. al-Hakim dari al-Khatib ra.)

“Siapa saja yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin, berarti dia bukanlah termasuk golongan mereka. Siapa saja yang tidak berada di waktu pagi dan petang selaku pemberi nasihat bagi Allah dan RasulNya, bagi kitabNya, bagi pemimpinnya dan bagi umumnya kaum muslimin, berarti ia bukan termasuk di antara mereka”. (HR. ath-Thabrani dari Hudzayfah ra.)

Jika dikaitkan dengan kondisi umat saat ini yang jauh dari gambaran ideal masyarakat Islam, maka peran wanita shalihah menjadi lebih penting lagi terutama dalam proses mengubah masyarakat sekarang menjadi masyarakat Islam. Dalam hal ini, urgensi yang menuntut keterlibatan wanita antara lain :

a. Bahwa kaum wanita memegang peran penting dan strategis dalam mencetak generasi penerus umat yang memiliki kualitas mumpuni. Yakni berperan dalam mendidik dan membina anak-anak mereka dengan aqidah yang kuat yang akan melahirkan generasi yang tunduk pada syari’at dan siap untuk memperjuangkannya.
b. Bahwa perubahan masyarakat ke arah Islam harus diusung dan diperjuangkan oleh seluruh komponen umat, baik pria maupun wanita. Disisi lain tidak setiap wanita muslimah memiliki kesadaran yang sama akan pentingnya mewujudkan perubahan dengan landasan Islam, sehingga menjadi tugas para wanita sholihah untuk bergerak menyadarkan muslimah lainnya dari keterlenaan mereka dengan cara melakukan proses pembinaan yang mengarah pada pengokohan aqidah dan membangun ketaatan pada syari’at.

Apa Yang Harus Dipersiapkan?
Dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi wanita shalihah memang tidak mudah. Dalam hal ini diperlukan keyakinan dan pengorbanan yang tinggi sehingga seluruh kewajiban yang terbeban dipundak akan dapat dilaksanakan. Berkenaan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan :
1. Muslimah harus senantiasa memelihara keimanan dengan aktivitas taqorrub ilaLLah. Sehingga dengan cara ini akan senantiasa ada dorongan yang kuat untuk melakukan ketaatan kepada aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya.
2. Muslimah harus memiliki pemahaman yang utuh tentang hukum-hukum syari;at, termasuk yang berkaitan dengan seluruh aktivitasnya, baik yang menyangkut peran sebagai individu/pribadi, isteri/ibu maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga, dia bisa memastikan bahwa tidak ada satu hukumpun yang luput dari pelaksanaannya. Oleh karenanya, penting bagi wanita shalihah untuk terus membina dirinya dan terlibat dalam sistem pembinaan yang terarah dan berkesinambungan.
3. Muslimah harus memahami konsep al-awlawiyaat (fiqih prioritas) yang bersandar pada hukum syara’ beserta manajemen waktu yang bagus.
4. Muslimah harus terus berupaya membangun dukungan dari orang-orang terdekat, sehingga bisa saling menguatkan dalam menjalani ketundukan kepada Allah dan Rasul, termasuk dalam aktivitas dakwah.
5. Muslimah harus memahami setiap realitas yang berkembang dengan pemahaman yang jernih dan utuh, baik berupa pemikiran, hukum-hukum, maupun realitas politik lain beserta analisis Islamnya sehingga mampu mengambil sikap dengan sikap yang benar (cerdas politik). Hal ini penting, terutama jika dikaitkan dengan posisi strategis muslimah sebagai ibu yang berperan penting dalam mencetak dan mendidik generasi Islam masa depan.

Tauladan Shahabiyat ra.
Jika kita ingin mencari contoh sosok ideal wanita shalihah, maka kita akan menemukannya pada diri para shahabiyat ra. Kehidupan mereka cukup memberi gambaran yang jelas bagaimana seorang muslimah harus berpikir dan bersikap, membuktikan iman dan kecintaannya pada Allah dan Rasul dengan jalan ketundukan pada seluruh syari’atNya.
Salah satu contoh yang bisa diambil adalah kehidupan Asma binti Abi Bakar. ra, seorang wanita yang terdahulu masuk Islam, seorang pribadi shalihah, cerdas dan berkepribadian kuat; seorang isteri yang taat dan begitu berbakti pada suami; seorang ibu dari yang berhasil menghantarkan anaknya syahid, dan seorang politikus ulung serta pemberani karena beliau terlibat langsung dalam banyak peristiwa politik seperti hijrahnya Rasul dan beberapa peperangan penting. Sosok Asma ra hanya salah satu saja dari sekian banyak tauladan terbaik yang terserak di kitab-kitab sirah, yang penting bagi kita --generasi sekarang-- untuk mentadabburinya hingga kita juga layak menyandang kemuliaan sebagaimana mereka.[][]

Polemik Negeriku

Rasanya tak dapat menutup mata dari gejolak carut marutnya negeri ini, ketika polemik terus muncul silih berganti. Belum selesai masalah yang satu muncul lagi masalah yang lain. Diantaranya masalah tindakan asusila (pornoaksi, pornografi) yang tiada habisnya. Betapa tayangan-tayangan pornoaksi kian gencar hampir di semua stasiun televisi. Pun maraknya pornografi di berbagai majalah dan tabloid semakin membuat risih mata yang melihatnya. Beberapa waktu lalu juga sempat dihebohkan soal legalisasi aborsi melalui revisi UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang belum lagi tuntas perdebatannya antara yang pro dan kontra. Muncul lagi gagasan gila BKKBN yang telah berhasil mendirikan sejumlah ATM (Anjungan Tunai Mandiri) kondom di beberapa kota besar di Indonesia. Begitu seterusnya hingga tak pernah sampai pada penyelesaian yang tuntas dan solutif.

Semakin maraknya pornografi dan pornoaksi serta polemik yang tak kunjung usai merupakan akibat lemahnya tatanan kehidupan yang diterapkan negeri ini. Sistem demokrasi sekuler yang dianut bangsa kita membuka peluang bagi tumbuhnya liberalisme di segala bidang kehidupan yang mengusung bendera HAM (Hak Asasi Manusia). Atas nama HAM, siapa saja berhak melakukan tindakan yang diinginkan sekalipun bertentangan dengan norma agama ataupun norma yang lain. Pemerintah melegalkan berdirinya ATM kondom, padahal ini merupakan sarana peningkatan angka sex bebas yang tidak terelakkan. Terlebih dengan harganya yang sangat murah, memudahkan bagi kalangan manapun untuk mendapatkannya. Begitupula majalah dan tabloid porno yang sudah tidak menjadi barang aneh untuk dapat dibeli dimana-mana. Pun televisi tidak segan lagi menayangkan tindakan senonoh dan kekerasan. Benarlah bahwasannya dalam hal ini peran negara sangat lemah dalam mengontrol peredaran dan penayangan yang berbau pornografi dan pornoaksi.

Menyadari kegagalan sistem demokrasi sekuler, sudah sepantasnya kita kembali kepada hukum yang berasal dari Sang Pencipta yaitu al-islam. Hanya aturan Islamlah yang dapat memberikan solusi terbaik bagi permasalahan umatnya. Kebebasan berekspresi dalam Islam adalah kebebasan yang dibatasi oleh nilai-nilai luhur syariah. Bukan kebebasan yang keblabasan, tapi kebebasan yang bertanggungjawab baik terhadap dirinya, masyarakat, maupun terhadap Allah SWT. Karena setiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat.

“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya” (HR Abu Hurairah)
Wallahualam bishawab/aini/

Sabtu, 05 Februari 2011

Sms Ghibah Tentangmu


Pagi ini, saat jiwa kembali pada ragaku; saat sorotan mata kembali menyambut warna-warni dunia. Alhamdulillah wa syukurilah Allah telah menghidupkanku kembali dalam kondisi yang luar biasa…
Kucoba mengingat-ingat, apalagi dan apalagi PR yang belum terselesaikan tadi malam. PR merumuskan kepanitiaan acara. Dari sinilah sms ghibah itu bermula… (*Z adalah sebutan nama seseorang yg kami bicarakan)

Smsku : “Teh, Z kra2 bsa dilibatkan pntia rmja ga?”

Balasan : “Kbar terakhir ttg Z yg tth dengar ny, smester kmrin sring ga msuk skolah krna trhambat dg ongkos, pun dgn ksehatannya ny… jd sptinya blum dlu, qt bntu doa az ya say…”

Smsku : “innalillahi… O gtu teh? Ya Allah, bru tau sya ”

Balasan : “iya tth jg kget wktu dnger itu, awalx Z juara umm diskolahnya. Krna sring ga msuk jadi trun rngkingnya. Tp wlaupun bgtu Z ttep smngat n pntang mnyerah qo ny.. “

Glegg,, batinku terhenyak.
Aku memang belum tahu banyak tentang Z, tapi at least aku tahu dia seorang yang tegar dan luar biasa! Sebetulnya aku jarang bertemu dengannya, itu karena… “belakangan baru ku tahu” kalau Z sering bermasalah dengan kesehatannya. Tapi aku bangga bisa kenal dengan Z, begitu banyak pelajaran yg kupetik darinya. Mungkin inilah yang Allah maksudkan bahwa “sebaik2 orang adalah yang bermanfaat bagi org lain”. Manfaat bukan hanya berwujud materi, right?

“Tp wlaupun bgtu Z ttep smngat n pntang mnyerah qo ny…” kata2 ini kedengarannya mungkin biasa. Tapi tidak kawan, sebetulnya esensinya sangat dalam. Bahkan kata2 ini sangat menginspirasiku sekaligus membuatku malu…
Didalam titian hidup ini, kita sepakat bahwa tujuan akhir kita satu; kembali pada-Nya. Meski untuk sampai pada titik itu, jalan yang ditempuh berbeda2. Ada yang fokus menuju titik itu, menjajaki setiap liku2 sesuai petunjuk-Nya. Tapi ada juga yang terlena dengan hiasan fantasi dunia, hubbuddunyaa. Ini akan sangat tergantung pada idealisme apa yang dipegang.

“…dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
begitu pesan Allah dalam firman-Nya.
Semoga pesan ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwasannya inilah maksud Allah menciptakan kita. No other. dot.
Sahabatku Z, melaluimu Allah menginspirasiku untuk semakin mensyukuri sebuah nikmat tak ternilai; SEHAT. Dan hari ini; melalui kabar tentangmu pula Allah mengingatkan kita semua “yang sehat ataupun sakit, kaya ataupun miskin, muda ataupun tua” untuk tetap bahkan lebih bersemangat lagi memperjuangkan Dien ini sampai titik darah penghabisan. Lakukan yang terbaik untuk mencapai ridha tertinggi; Ridha Illahi. AllahAkbar.

“Ketahuilah sesungguhnya bila kalian bersabar atas kesusahan yang sebentar saja, maka kalian akan menikmati kesenangan yang panjang”
(Thariq bin Ziyad, 711M)

Dan hidup adalah pilihan. Maka segala sesuatu yg telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi adalah hasil pilihan kita. Hidup ini hanya sebentar, hanya sekali. Hidup seperti apa yg akan kita pilih? (saya kutip dari: beyond the inspiration)

Kamis, 30 Desember 2010

Caraku Mencintaimu...

Saya seorang muslimah,
saya anak bangsa indonesia
Cinta indonesia? Pasti...
Tapi saya punya cara sendiri untuk mencintai bangsa indonesia seutuhnya,
bukan dgn mendukung timnas garuda, ataupun bangga atas nasionalisme
Tapi sekali lagi saya tekankan bhwa "saya punya cara sendiri untuk mencintai indonesia....!"
saya akan berada di garda terdepan yang sangat MENENTANG,
saat bangsaku dirampok SDAnya oleh asing,
saat generasi mudanya dihancurkan dengan pergaulan bebas,
saat wanita2nya dieksploitasi dan dijadikan pahlawan devisa negara,
saat lembaga2 pendidikan dijadikan ladang komoditi,
saat syariah islam dicampakkan dan dianggap tidak relevan...

Inilah caraku mencintaimu Indonesiaku
Aku menginginkan engkau mulia di bawah sistem yg mulia, I.s.l.a.m..H.a.r.g.a..M.a.t.i.

Kamis, 18 November 2010

TARBIYYAH JINSIYAH (PENDIDIKAN SEKS) Dalam Kaca Mata Syariah Islam

Pendidikan seks menjadi wacana yang hangat dibicarakan saat ini. Hal ini dikarenakan pendidikan seks dianggap solusi permasalahan pergaulan bebas saat ini. Walhasil sekolah-sekolah pun ramai menjadikan program ini sebagai program wajib. Pergaulan bebas seolah menjadi hantu yang menakutkan bagi para orangtua khususnya yang memiliki anak-anak remaja. Bagaimana tidak, angka pergaulan bebas di kalangan remaja cepat meningkat setiap harinya. Hal ini dibuktikan dengan survey Badan pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Jawa Barat di enam kabupaten di Jawa Barat tahun 2009 diperoleh hasil: 29 % remaja pernah melakukan seks pranikah. Artinya jika jumlah remaja Jawa Barat 11 juta maka 3 jutanya pernah melakukan seks bebas. Fenomena perempuan yang sudah tidak perawan pun menjadi suatu hal yang “biasa” saat ini.

Ternyata ketakutan kita sebagai orangtua pun tidak berhenti sampai disini. Kendatipun anak kita tidak melakukan pergaulan bebas, tapi kita khawatir anak-anak menjadi korban maraknya peredaran video porno yang bisa berakibat pada tindakan pemerkosaan. Lihat saja, selama 10-23 Juni 2010 telah jatuh korban pemerkosaan sebanyak 30 orang yang dilakukan anak usia 16-18 tahun, sementara korbannya berusia 12-14 tahun. Para pelaku mengaku mereka memperkosa setelah menonton video mesum yang dilakukan oleh artis ternama. Tidak mengherankan, karena dalam kasus video ini dari 30 anak yang ditanya, 24 anak menyatakan sudah menonton video tersebut. Naudzubillahi min dzalik.

Kekhawatiran demi kekhawatiran terus menghantui para orangtua saat ini. Sudah sedemikian dasyatnya paham kebebasan masuk ke dalam setiap sendi kehidupan kita, kebebasan seolah menjadi tuhan baru bagi para remaja sekarang. Dengan alasan kebebasan, banyak remaja melakukan pergaulan bebas. Hal ini didorong pula oleh suguhan tontonan yang membangkitkan syahwat dan yang membuat mereka membayangkan hubungan seks. Jelas ini sangat merusak moral dan akidah anak-anak kita. Selain itu, adanya pemberian pendidikan seks yang keliru bisa mendorong anak-anak kita untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Contohnya ada beberapa instansi yang mengajarkan pendidikan seks dengan cara memperkenalkan organ reproduksi secara vulgar kepada anak perempuan dan laki-laki dalam waktu yang bersamaan, jadi tidak dipisah. Ini bisa menimbulkan bangkitnya rasa penasaran anak dan parahnya mereka langsung mencobanya. Selain itu, ada juga yang memberikan pendidikan seks dengan cara memperlihatkan tayangan laki-laki dan perempuan yang sedang berhubungan intim. Jelas cara ini justru menjadikan hasrat seks anak-anak kita terbangkitkan karena naluri kecenderungan pada lawan jenis bisa muncul ketika ada rangsangan dari luar. Para orangtua sejatinya lebih berhati-hati dalam masalah ini. Alih-alih mengurangi pergaulan bebas, cara di atas justru semakin menambah deretan angka pergaulan bebas.

Pertanyaan untuk kita semua adalah, mengapa permasalahan di atas bisa muncul? Jika kita teliti lebih dalam maka kita bisa mencermati jawaban dari pertanyaan tersebut ada dua faktor.
Faktor pertama adalah adanya ide kebebasan yang sudah mengakar kuat di kalangan umat islam.
Faktor yang kedua adalah faktor keimanan kaum muslimin yang belum dihasilkan melalui proses berpikir. Keimanan atau keyakinan kepada Allah sejatinya bisa dihasilkan melalui proses berfikir bukan hanya keimanan yang diturunkan dari orang tua. Dengan proses berpikir, seorang muslim menyadari bahwa Allah bukan hanya sebagai Pencipta tapi juga Sang Pengatur. Allah menciptakan manusia lengkap dengan aturan yang tertuang dalam ayat-ayat Al Quran dan Sunnah Nabi saw. Jika keimanan sudah dihasilkan dengan proses berpikir maka akan terwujud keyakinan yang terhujam kuat pada diri seorang muslim. Oleh karena itu seorang muslim akan selalu takut kepada Allah dan merasa diawasi oleh Allah, hal inilah yang mendorong kita untuk terus berupaya melaksanakan aturan-Nya dan berupaya semaksimal mungkin untuk menjauhi setiap larangan-Nya. Hal ini dikarenakan ketakutan kepada Allah melebihi segalanya. Konsep inilah yang harus dipahami oleh setiap muslim, pun para orangtua dalam membekali dan membentengi anak-anaknya dengan akidah. Orangtua yang memahami betul hal ini akan menularkan pemahamannya kepada anak-anaknya. Mengajak anak-anaknya untuk berpikir tentang ciptaan Allah yang dapat memperkuat keimanan anak-anaknya.
Menanamkan akidah kepada anak-anak bukan hanya menyebutkan siapa Tuhan mereka, akan tetapi mengenalkan dan menjelaskan kepada mereka bahwa Tuhannya adalah Allah, Dzat Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu dan Maha Keras Adzabnya. Dengan demikian, kendatipun jauh dari orangtua, anak akan menyadari bahwa setiap perilakunya tidak luput dari pengawasan Allah dan Malaikat. Anak pun bisa terjaga dari pergaulan bebas.
Hal ini yang perlu ditanamkan kepada anak-anak kita.
Penanaman akidah kepada anak juga dilakukan dengan memahamkan bahwa hanya aturan Allah sajalah yang bisa menjadi pemecah permasalahan dalam kehidupan. Islam hadir di muka bumi untuk menyelesaikan semua masalah dengan tuntas. Begitupun terkait dengan pemecahan masalah pergaulan bebas, Islam sebagai din yang sempurna sebetulnya sudah memiliki pengaturan tentang Tarbiyyah Jinsiyyah (pendidikan seks) untuk mencegah pergaulan bebas. Keimanan kepada Allah sejatinya menjadi benteng yang kuat untuk menghadapi permasalahan ini. Benteng iman yang kokoh insya Allah akan bisa menjadi pelindung anak-anak kita supaya tidak melakukan pergaulan bebas. Orangtua sejatinya berupaya mengkondisikan rumahnya dengan jawil iman (suasana iman), sehingga ruh kedekatan dengan Allah sangat terasa di rumah. Pun kita membekali anak-anak kita supaya selalu takut kepada Allah sehingga akan berupaya melaksanakan aturan-Nya dan menjauhi larangan-Nya dimanapun mereka berada sekalipun jauh dari orangtuanya.
Selain memperkokoh benteng akidah, Islam sudah memiliki seperangkat aturan sebagai tarbiyyah jinsiyyah untuk anak-anak kita. Tentunya tarbiyah jinsiyah ini untuk pengaturan seperangkat potensi yang Allah karuniakan kepada umat manusia khususnya untuk mengatur gharizah na’u (naluri berkasih sayang). Merupakan suatu hal yang fitrah jika ada seorang perempuan menyukai laki-laki, begitupun sebaliknya. Namun, hal yang fitrah itu sejatinya tidak dinodai oleh perbuatan maksiat berupa seks pranikah. Allah sudah menurunkan aturan supaya naluri itu bisa tersalurkan dengan baik dan barokah tentunya. Jika anak-anak kita sudah siap untuk menikah, maka nikahkanlah anak kita karena menikah merupakan penyaluran mulia untuk naluri berkasih sayang. Namun, jika anak kita belum siap, maka sambil kita mempersiapkan anak kita maka kita bisa mengkondisikan agar anak-anak kita untuk menjaga hawa nafsunya, salah satunya dengan shaum. Inilah yang dianjurkan oleh nabi kita, Muhammad saw. Dengan shaum, maka akan menjaga setiap perilaku, termasuk bisa terjaga dari perbuatan zina.

Di dalam ajaran Islam terdapat aturan pendidikan seks, tetapi pelaksanaan pendidikan seks tersebut tidak menyimpang dari tuntutan syariat Islam. Jadi, pendidikan seks dapat diberikan kepada anak, manakala berisi pengajaran-pengajaran yang mampu mendidik anak, sehingga anak lebih mengimani, mencintai, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan pendidikan yang diberikan tidak akan membuat anak-anak mengalami krisis moral dengan melakukan pergaulan bebas seperti yang terjadi pada saat ini, karena isi yang diberikan juga sangat berbeda. Diantara pokok-pokok pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu diterapkan dan diajarkan kepada anak antara lain:

Pertama, menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak walau masih kecil bertelanjang di depan orang lain. Membiasakan anak sejak kecil berbusana muslimah menutup aurat juga penting untuk menanamkan rasa malu, sekaligus mengajarkan pada anak tentang aurat.

Kedua, menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut telah diciptakan sedemikian rupa oleh Allah. Adanya perbedaan ini bukan untuk saling merendahkan, namun semata-mata karena fungsi yang kelak akan diperankannya.

Mengingat perbedaan tersebut, maka Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian maskulin, dan perempuan memiliki kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari kecil anak-anak berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Dan perlakukan mereka sesuai dengan jenis kelaminnya juga.
“Dari Ibnu Abbas ra berkata: “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang berlagak wanita, dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. Dalam riwayat yang lain: “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang meniru wanita dan wanita yang meniru laki-laki”. (HR. Bukhari).

Ketiga, memisahkan tempat tidur. Usia antara 7 hingga 10 tahun merupakan usia dimana anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berfikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya. Bila pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya dan orang tuanya, maka setidaknya anak telah dilatih untuk berani mandiri. Anak juga dicoba untuk belajar melepaskan perilaku lekatnya dengan orang tuanya. Bila pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang beda jenis kelamin, maka secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin. Pemisahan tempat tidur ini diwajibkan sesuai hadits Rasul saw:
“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia 7 tahun, dan pukullah mereka jika enggan menunaikannya ketika sudah berumur 10 tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka”. ( HR. Abu Dawud)

Keempat, mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu). Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta ijin terlebih dahulu adalah, sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat diantara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat. Yakni waktu dimana badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka. Bila pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak, maka ia akan menjadi anak yang memiliki rasa sopan santun dan etika yang luhur. Sehingga dengan penerapan aturan ini, maka anak juga terjaga dari melihat hal atau aktivitas orang dewasa yang tidak layak dilihat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga `aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nuur: 58-59)

Kelima, mendidik menjaga kebersihan alat kelamin. Mengajarkan anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus juga mengajarkan pada anak tentang najis. Juga harus dibiasakan anak untuk buang air pada tempatnya (toilet training).

Keenam, mengenalkan mahramnya. Tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan, telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harus diberikan pada anak agar ditaati. Siapa saja mahram tersebut, Allah SWT telah menjelaskan dalam Surat An-Nisa’:22-23.
”Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ketujuh, mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata. Telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Begitu pula dengan mata yang dibiarkan melihat gambar-gambar atau film yang mengandung unsur pornografi. Jauhkan anak-anak dari gambar, film, bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS An Nuur: 30)

Kedelapan, mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilat. Ikhtilat adalah bercampur baurnya antara laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa keperluan yang keperluan yang dibolehkan oleh syariat Islam. Perbuatan semacam ini pada masa sekarang sudah dinggap biasa. Mereka bebas mengumbar pandangan, saling berdekatan dan bersentuhan. Seolah tidak ada lagi batas yang ditentukan syara’ guna mengatur interaksi diantara mereka. Dilarang ikhtilat, karena interaksi semacam ini bisa sebagai perantara kepada perbuatan zina yang diharamkan Islam. Bila ikhtilat dibiarkan, maka pintu-pintu kemaksiatanpun akan terbuka lebar. Dan akan membawa dampak kepada kerusakan kehidupan manusia. Jangan biasakan anak diajak ke tempat-tempat yang di dalamnya terjadi percampuran laki-laki dan perempuan secara bebas.

Kesembilan, mendidik anak agar tidak melakukan khalwat. Dinamakan khalwat apabila seorang laki-laki dan wanita bukan mahramnya, berada di suatu tempat, hanya berdua saja. Dan biasanya memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Sebagaimana ikhtilat, khalwatpun merupakan perantara bagi terjadinya perbuatan zina. Anak-anak sejak kecil harus diajarkan untuk menghindari perbuatan semacam ini. Bila bermain, bermainlah dengan sesama jenis. Bila dengan yang berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak berkhalwat.
“Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali disertai mahram. karena yang ketiganya adalah setan” (H.R. Ahmad)

Kesepuluh, mendidik etika berhias. Berhias, jika tidak diatur secara Islami akan menjerumuskan seseorang pada perbuatan dosa. Berhias berarti usaha untuk memperindah atau mempercantik diri agar bisa berpenampilan menawan. Tujuan pendidikan seks dalam kaitannya dengan etika berhias agar berhias tidak untuk perbuatan maksiat.
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
(QS Al Ahzab: 33)
“Wanita mana saja yang memakai wewangian, lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya kaum itu mencium aroma wewangiannya, berarti dia telah berzina,” (HR. Ahmad. An Nasai, Abu Dawud, At Tirmidzi)

Kesebelas, mangajarkan tentang Ihtilam, haid serta konsekuensinya. Ihtilam adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia baligh. Sedang haid dialami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilam dan haid tidak hanya sekedar untuk bisa memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata. Apabila terjadi ihtilam dan haid Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut. Antara lain misalnya kewajiban untuk melakukan mandi wajib. Dan yang paling penting, ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi muslim dan muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Artinya mereka harus diarahkan menjadi manusia yang bertanggungjawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.

Aturan Islam tentang pendidikan seks ini sejatinya bisa dipahami oleh setiap muslim terlebih bagi para orangtua saat mendidik putra putrinya. Inilah yang menjadi bekal bagi kita untuk menjaga anak-anak kita dari virus kebebasan. Namun, ini semua tidak hanya menjadi tanggung jawab para orangtua dalam institusi keluarga. Dalam hal ini, masyarakat memegang peranan penting untuk mengkondisikan agar setiap anak-anak kita tetap menjalankan aturan Allah. Masyarakat sejatinya menjalankan amar ma’ruf nahi munkar sebagai bentuk kepedulian dan penjagaan terhadap anak-anak kita. Perlu diwujudkan suasana saling menasehati dan saling memelihara satu sama lain, hal ini dikarenakan umat Islam bersaudara dan bagaikan satu tubuh. Dengan demikian, anak-anak kita tidak hanya terkondisikan di rumah, tapi juga di lingkungan sekitar yaitu saat mereka beraktifitas di luar rumah. Tak kalah penting, negara pun sejatinya bisa melindungi kemuliaan umat dan menjaga anak-anak kita dengan penerapan aturan Allah. Keberadaan negara sangatlah penting karena negara memiliki kewenangan untuk menerapkan aturan. Tentunya pelaksanaan aturan Allah secara kaffah tidak bisa dilakukan dalam negara yang menganut aturan kebebasan. Pelaksanaan aturan Allah secara kaffah hanya bisa dilakukan dalam negara yang menerapkan aturan Islam yaitu Khilafah Islamiyah. Dengan demikian solusi tuntas untuk mengatasi permasalahan pergaulan bebas adalah dengan penerapan aturan Allah secara kaffah dalam wadah Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bishawab. Allahu Akbar!