Sekolah gratis? Hari gini ngomongin sekolah gratis, emang ada?”
“Ada sih, tapi… cuma sekolah negeri aja, itupun hanya sampai SMP! Yah, lumayan lah…”
“Ada sih, tapi… cuma sekolah negeri aja, itupun hanya sampai SMP! Yah, lumayan lah…”
Sekolah gratis yang dijanjikan pemerintah tentunya menjadi kabar gembira bagi masyarakat. Atau setidaknya membuat masyarakat bisa bernapas sedikit lega, karena pendidikan anak-anak mereka dijamin hingga SMP. Tapi sayang, napas lega itu hanya bisa dirasakan orangtua yang beruntung anaknya bisa masuk sekolah negeri. Sementara bagi anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri, terpaksa harus bersekolah di sekolah swasta yang tentunya membutuhkan biaya cukup banyak. Diantaranya uang masuk, uang gedung, uang seragam, uang SPP, buku, ekstrakurikuler dan lain sebagainya.
Tahukan Kamu?
Fakta di Aceh dana pendidikan berlimpah ruah, anehnya biaya sekolah dan kuliah tetap saja semakin hari semakin tinggi. Sehingga jumlah anak yang putus sekolahpun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tapi seiring dengan itu, jumlah mobil yang terparkir di lembaga-lembaga pengelola pendidikan justru terus bertambah. WooW!
Mau tahu hal aneh lainnya? Kebijakan pendidikan berupa UN (Ujian Nasional), OSN (Olimpiade Sains Nasional), sekolah internasional, sekolah asing, dan Akreditasi sebagai instrumen peningkatan mutu diadopsi bulat-bulat tanpa mengujinya terlebih dahulu. Sementara di sisi lain, sekolah dan perguruan tinggi menggagalkan ribuan calon siswa/mahasiswanya yang ingin menuntut ilmu hanya karena dianggap tidak mampu melewati tes lembaga, padahal mereka sudah membayar ratusan bahkan jutaan ribu. Bukankah pendidikan itu hak semua orang yang harus dipenuhi oleh negara? Lalu mengapa lembaga-lembaga yang notabenenya dibiayai oleh publik/negara (masih ditambah dengan bayaran para pendaftar) harus memilah-milah dan bertindak diskriminatif? Jadi, untuk apa sebenarnya lembaga-lembaga ini dibuat? Dan kepada siapa (kelompok dan sistem) menghambakan dirinya?
Fakta di Aceh dana pendidikan berlimpah ruah, anehnya biaya sekolah dan kuliah tetap saja semakin hari semakin tinggi. Sehingga jumlah anak yang putus sekolahpun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tapi seiring dengan itu, jumlah mobil yang terparkir di lembaga-lembaga pengelola pendidikan justru terus bertambah. WooW!
Mau tahu hal aneh lainnya? Kebijakan pendidikan berupa UN (Ujian Nasional), OSN (Olimpiade Sains Nasional), sekolah internasional, sekolah asing, dan Akreditasi sebagai instrumen peningkatan mutu diadopsi bulat-bulat tanpa mengujinya terlebih dahulu. Sementara di sisi lain, sekolah dan perguruan tinggi menggagalkan ribuan calon siswa/mahasiswanya yang ingin menuntut ilmu hanya karena dianggap tidak mampu melewati tes lembaga, padahal mereka sudah membayar ratusan bahkan jutaan ribu. Bukankah pendidikan itu hak semua orang yang harus dipenuhi oleh negara? Lalu mengapa lembaga-lembaga yang notabenenya dibiayai oleh publik/negara (masih ditambah dengan bayaran para pendaftar) harus memilah-milah dan bertindak diskriminatif? Jadi, untuk apa sebenarnya lembaga-lembaga ini dibuat? Dan kepada siapa (kelompok dan sistem) menghambakan dirinya?
Neoliberal Kapitalis biangnya!
Penyelenggaraan pendidikan hanya sebagian dari pengaturan berbagai urusan masyarakat, dimana pelaksanaannya tidak terlepas dari ideologi yang diadopsi oleh negara. Mahalnya biaya sekolah merupakan dampak terbesar diadopsinya ekonomi neoliberal kapitalis dalam pendidikan untuk kepentingan bisnis. Pada saat yang sama menekan pengeluaran negara terhadap pendidikan, yang kemudian melahirkan kebijakan privatisasi dengan alasan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas.
Penyelenggaraan pendidikan hanya sebagian dari pengaturan berbagai urusan masyarakat, dimana pelaksanaannya tidak terlepas dari ideologi yang diadopsi oleh negara. Mahalnya biaya sekolah merupakan dampak terbesar diadopsinya ekonomi neoliberal kapitalis dalam pendidikan untuk kepentingan bisnis. Pada saat yang sama menekan pengeluaran negara terhadap pendidikan, yang kemudian melahirkan kebijakan privatisasi dengan alasan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas.
Pendidikan bagi kaum kapitalis hanya bertujuan mencetak individu yang siap memasuki dunia kerja. Pendidikan dianggap “tidak perlu” (atas nama efisiensi) karena menghabiskan banyak modal (uang). Terlebih jika hanya untuk bekerja di perusahaan-perusahaan kapitalis sebagai buruh mengapa harus mengajarkan mereka pengetahuan dan keterampilan yang lebih dari keperluan, karena hanya dianggap pemborosan yang akan menghabiskan uang negara (pemilik modal). Kemudian muncul pula kebijakan-kebijakan yang sebenarnya menipu, seperti otonomi sekolah, otonomi kampus, dewan sekolah; yang intinya negara lepas tangan terhadap dunia pendidikan. Nah ada yang baru tahu kan lo?
Akibatnya, sekolah dan kampus kembang kempis mencari dana. Pahitnya jalan yang diambil adalah dengan menaikkan biaya pendidikan. Karena itulah pengadopsian terhadap ideologi ini sangat berbahaya, karena mengancam kelangsungan masa depan pendidikan anak bangsa.
Dan inilah hasilnya, pendidikan kita gagal secara sistem dan kinerja. Pengadopsian ideologi neoliberal kapitalis ternyata “berhasil” membuat negeri ini menempati peringkat 109 (satu kosong sembilan) di dunia dalam hal pendidikan. Ironisnya negara tidak bisa berbuat banyak, mengingat ideologi kapitalis yang diadopsinya nyata-nyata mengharamkan peran negara yang terlalu jauh dalam menangani urusan masyarakat.
Jangan Khawatir, Islam Selalu Punya Solusi…
Kalau ideologi kapitalis mengharamkan peran negara terlalu jauh menangani urusan masyarakat (termasuk hal ini adalah pendidikan), justru dalam ideologi Islam menetapkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan urusan-urusan masyarakat, salah satunya adalah pendidikan. Lebih dari itu, islam menetapkan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan masyarakat secara umum yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara secara gratis. Wah, enak ya? Hal ini dapat diupayakan dari penetapan barang-barang tambang dan kekayaan alam lainnya (yang merupakan milik rakyat) pengelolaannya diwakilkan kepada negara kemudian seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Atas ketentuan tersebut, negara akan selalu memiliki dana yang cukup untuk membiayai pendidikan gratis untuk rakyat.
Himbauan kepada semua masyarakat, satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah biaya pendidikan adalah dengan meninggalkan sistem Kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang lebih luas, yaitu keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi seluruh alam (rahmatan lil’ālamīn). Namun Sistem Islam hanya bisa diterapkan dalam wadah Daulah Islamiyah saja, bukan wadah yang lain. Wallahualam bi shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar