Sabtu, 06 November 2010

Kelakuan Densus 88 Makin NORAK, CHILDISH!!!

Emang sih ga diragukan kalau densus juga manusia, tapi kok ga yakin ya kalau hatinya itu masih berlabel ‘hati manusia’ yang punya peri kemanusiaan?? Berbekal senjata yang berisi peluru baja, mungkin mereka pikir gayanya itu sudah cukup gagah untuk menyandang gelar pahlawan negara anti teroris. Kemudian tanpa ragu mereka membidikkan senjata itu kepada orang – orang polos yang tidak tahu menahu duduk masalahnya. Dan ironisnya mereka ‘terlalu sering’ menjudge orang yang tidak tepat, bahkan bukan sekedar menjudge tapi parahnya menembak orang yang sebenarnya tidak berdaya melakukan perlawanan. Kelakuan densus semakin membabi buta dengan melontarkan berbagai tuduhan yang mengada – ada.

Di Medan, tersebutlah sebuah keluarga sederhana yang sedang berbaring di tempat tidur butut di rumah berdinding papan dan berlantai tanah. Tiba – tiba muncul segerombolan orang bersenjata. Tanpa babibu, secepat kilat peluru melesat tepat mengenai jantung sang suami. Tindakan tersebut didasari tuduhan atas keterlibatan kasus perampokan CIMB Niaga dan tudingan bahwa ada TNT dirumahnya. Namun setelah di usut, ternyata tuduhan tidak terbukti.

Di Belawan, Densus juga menangkap 2 orang pria yang dituduh terlibat dalam penyerangan Mapolsek Hamparan Perak. Mereka menjadi korban pemaksaan opini di hadapan kamera televisi bahwa di Gunung Sibayak ada pelatihan militer para teroris. Namun setelah diperiksa, inipun tidak terbukti. Karena kenyataannya mereka sedang ikut camping bersama 15 orang lainnya.

Kedua kasus di atas hanya merupakan contoh saja, nampak begitu arogannya sebuah lembaga kepolisian. Dan masih banyak kasus lain yang menunjukkan sikap brutalnya densus. Tak jarang merekapun menganiaya sasaran, menendang, menginjak-injak dan lain sebagainya.

Mungkin saat ini di mata masyarakat densus tidak lebih seperti anak – anak yang sedang membuat lelucon. Sewaktu – waktu menembak orang dengan tuduhan teroris seenak jidatnya. Tidak lama setelah itu diberitakan salah sasaran. Nah kalau tidak ditembak, pelakunya ditangkap, setelah diusut ternyata juga salah sasaran. Kemudian si korban dibebaskan tanpa melakukan klarifikasi atau meminta maaf serta rehabilitasi terhadap kekeliruan yang telah dilakukan.

Padahal logikanya, kalo densus itu mau nangkap teroris kenapa pelaku yang dicurigai tidak diinterogasi dulu? Diproses secara hukum supaya terungkap jaringan – jaringan yang sesungguhnya. Toh sejauh ini pelaku yang dituduh sebagai teroris itu ketika digrebeg hanya pasrah, tidak bisa membela diri menghadapi panasnya pelor aparat. Tapi kenapa densus berhasrat sekali mengeksekusi orang – orang tersebut tanpa membiarkannya memberi kesaksian terlebih dulu? Dan walhasil selalu berujung pada salah sasaran. Apakah tindakan seperti ini justru tidak menyalahi hukum dan HAM dengan melakukan extra judical killing?

Tapi alih – alih Densus dijerat aparat karena telah melanggar hukum dan HAM, yang ada keberadaannya semakin kuat dengan anggaran yang diusulkan oleh DPR untuk densus 88 sejumlah 60 Milyar pertahun. Padahal pemerintah hanya mengusulkan sebesar 9 milyar pertahun. Belum lagi pemerintah sedang mengajukan revisi UU Anti Terorisme dan UU Intelegen.

Rada mengesankan, dulu sebelum Gedung Kembar WTC runtuh sepertinya jarang terdengar gaung teroris. Tapi setelah kejadian itu, ‘teroris’ menjadi hantu yang begitu menakutkan bagi banyak negara. Termasuk Indonesia salah satunya. Sampai akhirnya dibentuklah Detasemen Khusus 88 Anti Teroris.

Berikut saya kutip dari media umat edisi 46 :
Anehnya ada hal yang tidak nyambung antara aksi dan motivasi. Kalaupun aksi terorisme dimaksudkan untuk melawan Amerika, nyatanya justru tidak ada instalasi penting AS di Indonesia yang jadi sasaran. Jubir HTI yakin bahwa terorisme yang selama ini terjadi adalah fabricated terrorism atau terorisme yang diciptakan.
Bagaimana bisa terjadi ? menurutnya ada lima langkah operasi intelijen yang harus di waspadai yang terangkum dalam 5i, yakni :
Infiltrasi
Radikalisasi
Provokasi
Aksi
Stigmatisasi
Infiltrasi ini dilakukan terhadap kelompok islam yang memiliki semangat perlawanan. Lalu radikalisasi dipompa untuk lebih bersemangat melawan. Adapun provokasi didorong untuk melakukan tindakan. Dan aksi digerakkan malakukan tindakan konkrit berupa penyerangan di sejumlah sasaran. Akhirnya dilakukan stigmatisasi sehingga tercipta stigma bahwa indonesia adalah sarang teroris, pelakunya kelompok fundamentalis dan mereka yang akan menegakkan islam secara kaffah.
Wallahualam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar